PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang sistematis dalam
upaya memanusiakan manusia. Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah
pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau
pendekatan sosiologis. Salah satu pokok pembahasan sosiologi pendidikan menurut
Nasution (1994) adalah hubungan antar manusia dalam sekolah. Mencakup di
dalamnya pola interaksi sosial dan struktur masyarakat di sekolah.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan
tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak yang kita didik sesuai
dengan dunianya dan dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya
Dalam berinteraksi manusia cenderung akan membentuk
kelompok-kelompok yang terbentuk di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok ini merupakan
bentuk kehidupan yang nyata, karena peran kelompok dalam kehidupan sangatlah
penting, individu dapat menghabiskan waktunya dengan berkegiatan, berinteraksi
dan melakukan berbagai hal dengan menjadi bagian dalam kelompok. Dengan
banyaknya sejumlah kelompok yang terbentuk di masyarakat, maka sangat besar
kemungkinan untuk terjadinya interaksi antar kelompok satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian, dalam makalah ini pemakalah akan menguraikan
bagaimana pendidikan dan hubungan antar kelompok itu sebenarnya. Menyangkut
tentang prasangka dalam hubungan antar kelompok, struktur hubungan antar
kelompok di sekolah, usaha-usaha memperbaiki hubungan antar kelompok di
sekolah, dan dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana prasangka dalam hubungan antar
kelompok?
2.
Bagaimana
pendidikan umum dan hubungan antar kelompok?
3.
Bagaimana
struktur hubungan antar kelompok di sekolah?
4.
Bagaimana
usaha-usaha memperbaiki hubungan antar kelompok di sekolah?
5.
Bagaimana
efektivitas pendidikan antar golongan?
6.
Bagaimana
dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan?
C.
1.
Untuk
mendeskripsikan prasangka dalam hubungan antar kelompok.
2. Untuk mendeskripsikan
pendidikan umum dan hubungan antar kelompok.
3. Untuk mendeskripsikan
struktur hubungan antar kelompok di sekolah.
4. Untuk mendeskripsikan usaha-usaha memperbaiki hubungan antar
kelompok di sekolah.
5. Untuk mendeskripsikan efektivitas pendidikan
antar golongan.
6. Untuk mendeskripsikan dasar-dasar bagi
pendidikan antar golongan.
BAB II
A.
PENDIDIKAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK
1.
Pengertian Prasangka
Dalam kamus besar Indonesia prasangka adalah pendapat yang kurang
baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui sendiri. Prasangka merupakan suatu
istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun dalam kaitannya dengan hubungan
antar kelompok istilah ini mengacu pada sikap bermusuhan yang ditunjukan
terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut
mempunyai ciri yang tidak menyenangkan.
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang
relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian
berdasarkan Ras seseorang sebelum memiliki Informasi yang relevan yang bisa
dijadikan dasar Penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada
bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang tidak masuk akal yang tidak
terpengaruh oleh alasan rasional.
John
E. Farley mengklarifikasi prasangka terbagi menjadi tiga kategori :
1.
Prasangka
Kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar
2.
Prasangka
Afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai
3.
Prasangka Konatif, merujuk pada bagaimana
kecenderungan seseorang dalam bertindak
Bermacam-macam teori yang telah
dikemukakan bahwa prasangka adalah sebagai sesuau yang wajar yang sendirinya
timbul bila terjadi hubungan antara dua kelompok yang berlainan. Manusia sadar
akan kesamaan dalam kalangannya sendiiri dan merasa solider dengan kelompok
itu.[1]
a.
Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari
Teori ini memandang prasangka
sebagai hasil proses belajar seperti halnya dengan sikap-sikap lain yang
terdapat pada manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain
adalah hasil pengalaman pribadi yang berlangsung lama atau berdasarkan
pengalaman yang traumatis.
b.
Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis
Golongan yang dominan ingin
menyingkirkan golongan minoritas dari dunia persaingan. Sikap itu terdapat
dikalangan penjajah terhadap bangsa yang dijajah agar dapat dieksploitasinya.
Untuk membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan jalan
rasionalisasi.
c.
Prasangka sebagai aspek pribadi
Menurut penelitian Murphy dan Likert
ada dua orang yang mempunyai pribadi yang berprasangka. Orang yang pribadinya
berprasangka menaruh prasangka terhadap berbagai hal. Maka kepribadian
merupakan suatu faktor penting bila kita ingin memahami hakikat dan
perkembangan prasangka.
d.
Pendekatan
multi dimensional
Dalam berbagai faktor yang dapat
menimbulkan prasangka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memahami prasangka
harus kita gunakan pendekatan yang multi dimensional. Prasangka dalam hubungan
antar-kelompok perlu kita ketahui bahwa prasangka bukanlah suatu instink yang
dibawa lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Karena prasangka itu
dipelajari, maka prasangka itu dapat diubah atau dikurangi bahkan dapat dicegah
timbulnya.
- Pendididkan Umum dan hubungan antar
kelompok
Menurut penelitian, maka semakin
tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain,
makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan
universitas ternyata menunjukkan sikap yang toleran. Namun, ada tidaknya
prasangka tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat
merupakan faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri, rasa ketentraman
hidup yang turut menentukan prasangka. Ada kemungkinan mengurangi, tetapi dapat
pula memperkuat prasangka.
- Struktur hubungan antar kelompok di
sekolah
Sekolah biasanya terlampau
memusatkan perhatian kepada pendidikan akademis. Salah satu aspek yang perlu
mendapat perhatian ialah memupuk hubungan sosial dikalangan murid. Program
pendidikan antar murid-murid, antar golongan ini bergantung pada struktur
sosial murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka
mempengaruhi hubungan antar kelompok itu.Kebanyakan negara mempunyai penduduk
multi rasial, menganut agama yang berdeba-beda, dan mengikuti adat kebiasaan
yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan
kedudukan sosial dan ekonomi.
Murid-murid disekolah sering menunjukan perbedaan asal kesukaan,
agama, adat istiadat, dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan-perbedaan itu
timbul golongan minoritas dikalangan murid-murid. Yang tersembunyi ataupun yang
nyata.Guru-guru hendaknya memperhatikan struktur golongan-golongan dikalangan
murid-muridnya. Apakah anak-anak yang berasal dari daerah tertentu, yang
berasal dari keturunan asing atau yang berlainan agama diperlakukan dengan cara
yang wajar atau tidak wajar oleh teman-temannya. Karena dengan perlakuan yang
demikian anak-anak yang didiskriminasikan akan merasa dirinya asing dan tak
diterima sebagai anggota penuh dari masyarakat sekolahnya. Tiap sekolah
mempunyai pola hubungan tertentu antar guru, antar murid, antar guru dengan
murid, yaitu stuktur sosial yang mempengaruhi sikap dan kelakuan murid.
Kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan berdasarkan antara lain sebagai
berikut
1.
Status
sosial orang tua murid
Tidak
dapat dipungkiri, status sosial dapat mempengaruhi pergaulan seseorang didalam
lingkungan ataupun luar sekolah.
2.
Hobi/minat/kegemaran
Kesamaan
dalam hal yang disukai seperti hobi, minat akan cenderung intensif bersama
kelompok yang sama.
3.
Intelektualitas
Ada
juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan intelektualitas
mereka, meskipun tidak dominan. Orang pintar karena biasanya suka membaca lebih
berada diperpustakaan dari pada dikantin. Kehidupan mereka disekolah
benar-benar padat dengan kegiatan akademis.
4.
Jenjang
Kelas
Perbedaan jenjang kelas
ini merupakan faktor dominan. Biasanya senior merasa lebih tua dan berhak
berbuat sesuka hati kepada junior atau adik kelas. Dan junior merasakan
ketakutan dengan senior lebih memilih bergaul dengan teman sebaya. Menyebabkan
pergaulan mereka menjadi kotak-kotak dan kurang harmonis.
5.
Agama
Ada
peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama. Kegiatan perayaan dan
peribaratan agama yang mereka anut sering mempertemukan mereka dalam
kebersamaan dan kepemilikan. Namun, hal ini bukanlah faktor dominan dikalangan
anak sekolahan.
6.
Asal
Daerah
Kesamaan
asal daerah juga memberikan peluang bagi ter-bentuknya kelompok disekolah.
Namun, bukan juga merupakan faktor dominan.
- Kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
Kelompok sosial dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Hal ini sangat bergantung dari sudut
pandang ahli yang bersangkutan. Ada yang memandang dari proses terbentuknya,
kekuatan ikatan emosional da nada yang membaginya berdasarkan banyaknya jumlah
anggota kelompok.
1.
William
G.Summer mengemukakan adanya in group atau we
group dan out group atau others group atau every body else. Di
dalam in group ada asosialisasi ke arah mana tiap-tiap individu anggota
kelompok kesetiaan dan solidaritas serta terdapat usaha identifikasi pribadi
satu sama lain ke arah adanya rasa persahabatan, kerjasama, rasa tanggung
jawab, terutama disaat mendesak dan gawat.
2.
John
L. Gillin membagi kelompok atas dasar fungsional, yaitu:
a.
Kelompok
persamaan darah
b.
Kelompok
berdasarkan karakteristik jasmaniah
c.
Kelompok
dengan struktur medan yang kuat dimana setiap individu anggota kelompok merasa
mempunyai medan sosial yang kuat dan permanent.[2]
5. Usaha-Usaha Memperbaiki Hubungan Antar Kelompok Di Sekolah
Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan
seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran
sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas
ternyata menunjukkan sikap yang paling toleran. Namun ada tidaknya prasangka
tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat merupakan faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga
diri, rasa ketentraman hidup yang turut menentukan prasangka. Ada kemungkinan
mengurangi, tetapi dapat pula memperkuat prasangka. Setiap sekolah harusnya memperhatikan
hubungan anta -murid dan antar kelompok, terlebih jika di dalamnya terdapat
golongan minoritas. Namun dalam prakteknya, sekolah sendiri belum sepenuhnya
mampu mengatasi sikap prasangka yang telah tertanam di dalam masyarakat, namun
ada beberapa hal yang dapat diusahakan oleh sekolah, diantaranya:
- Sekolah dapat
mengunggah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa
keadilan, rasa keagamaan yang mengemukakan kesamaan manusia di hadapan
tuhanya. Kemudian melihat nilai-nilai itu dalam hubunganya dengan
orang-orang yang dianggapnya rendah, licik, asing dan sebagainya. Dapat
dilakukan dengan pemberian informasi, diskusi kelompok, dan hubungan
pribadi.
- Menekankan kepada
anak-anak bahwa perbedaan-perbedaan di kalangan manusia bukanlah
disebabkan oleh pembawaan biologis, melainkan dipelajari dengan lingkungan
kebudayaan masing-masing.
- Memberikan informasi
tentang sumbangan minoritas dalam masyarakat. Orang cina, india, arab
yahudi dan bangsa-bangsa lain telah memberikan jasa yang besar kepada umat
manusia dan keturunan mereka. Begitu juga dengan suku bangsa Tanah Air
Indonesia, turut serta dalam memerdekakan Indonesia.
- Mengajarkan
bahwasanya, Agama dapat dijadikan pegangan untuk memandang semua manusia
sama di hadapan Tuhanya. Seperti dalam UUD 1945 mengakui hak asasi manusia
tidak memandang dari suku, ras dan agama.
- Guru dapat
mengemukakan contoh tokoh-tokoh besar yang menunjukkan toleransi besar
terhadap sesama manusia. Membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan
hunbungan atau pergaulan di antara murid-murid dari berbagai golongan.
- Menggunakan
sosiodrama. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat bisa dibawa ke dalam
kelas untuk dimainkan peranya oleh golongan yang minoritas, agar lebih
memahami golongan minoritas.
- Menggalakkan kegiatan
ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler bisa melibatkan banyak orang
dengan berbagai latar belakang murid yang berbeda. Terjalinnya komunikasi
dan kerjasama diantara mereka menumbuhkan kebersamaan yang mendalam. Hal
ini dapat memecahkan sekaligus meredam masalah seputar gap antara
kelompok sosial.[3]
6. Efektivitas Pendidikan Antar Golongan
Usaha-usaha perbaikan antar kelompok
di atas, didasarkan atas anggapan atau asumsi tertentu, di antaranya:
- Bahwa prasangka
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
Informasi yang keliru dapat menimbulkan atau memperdalam prasangka.
Oleh karnanya pemberian informasi yang detail dapat membantu untuk
menghilangkan sebuah prasangka, walaupun tak tak menjamin berubahnya sikap
seseorang terhadap golongan lain
- Pengalaman di sekolah
dapat mengubah kelakuanya di luar sekolah dan situasi-situasi lain.
- Hunbungan pribadi dan
anggota kelompok lain dapat mengurangi prasangka. Hal inipun bergantung
pada hubungan yang terjadi.
- Kontak antara dua
golongan tidak akan membawa perubahan bila dipertemukan dua orang yang
sesuai dengan stereotip tiap golongan.
Perlu kita sadari bahwa sekolah hanyalah salah
satu dari daya-daya sosial yang mempengaruhi hubungan antar golongan.
Pendidikan dan pengaruh yang diperolah anak dari keluarga, teman bermainya,
kelompoknya sering lebih kuat dan membuat sekolah hampir tak berdaya. Untuk
menghilangkan prasangka terhadap golongan lain, seluruh masyarakat harus turut
serta, termasuk pemerintah yang harus berusaha meniadakan segala macam bentuk
diskriminasi, kalaupun masih ada. Guru-guru harus menjadi model pribadi yang
toleran dalam ucapan maupun perbuatanya.
7. Dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan
Program-program tentang hubungan antar golongan dapat dilakukan
menurut pola pelajaran lainnya, yakni dengan menyampaikan informasi seperti
pelajaran sejarah, geografi, dan lain-lain. Namun kita dapat bertanya apakah
pendidikan itu tidak sebaiknya dikaitkan dengan berbagai teori tentang
prasangka.
Bila kita anggap bahwa prasangka disebabkan oleh rasa
frustrasiagres, seperti terdapat dalam pribadi otoriter, maka perlu
diperhatikan pendidikan anak dalam rumah tangga sejak kecil. Bila kepribadian
yang serupa itu dibiarkan terus berkembang, ada kemungkinan ia hanya dapat
kesembuhan dengan pertolongan ahli psikiatri.
Bila kita anggap bahwa prasangka disebabkan
oleh persaingan dalam mencari keuntungan, status, kekuasaan yng terdapat dalam
sistem politik ekonomi, maka di sekolah dapat diajarkan bahwa prestasi
seseorang ditentukan oleh usaha dan kemampuannya, yang bagi setia orang
mempunyai batas-batas tertentu. Sejauh
kesanggupannya sebaiknya setiap orang harus berusaha sekeras mungkin dan jangan
mempermasalahkan orang lain atau merasa cemburu atas keberhasilan orang lain.
Harus diakui bahwa prasangka yang ditimbulkan oleh persaingan ekonomi di dalam
masyarakat dapat melumuhkan usaha sekolah.
Prasangka dapat pula menjadi aspek kebudayaan yang diperoleh
melalui proses sosialisasi, melalui situasi-situasi yang dihadapi anak dalam
hidupnya. Bila lingkungan itu menunjukkan rasa prasangka terhadap golongan
lain, maka dapat diharapkan anak itu akan berbuat sesuai dengan lingkungannya.
Sekolah dapat memberikan pelajaran agar anak tidak berprasangka, namun apakah
akan terjadi transfer ke dalam situasi-situasi lain di luar sekolah menjadi
pertanyaan, karena kelakuan akan bertentangan dengan yang lazim dilihatnya di
dalam masyarakat. Hanya dengan penuh keyakinan dan keberanian seorang dapat
bertindak menurut cara yang berlawanan dengan kelakuan umum.
Di sekolah dapat dibentuk perkumoulan siswa yang dapat dijadikan
model hubungan antar kelompok. Tentu saja sekolah mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang mengemukakan
kesamaan hak bagi seluruh umat manusia.
BAB III
KESIMPULAN
Prasangka dalam hubungan antar kelompok dapat
dipahami sesuatu yang dipelajari, sebagai alat mencapai tujuan praktis, sebagai aspek pribadi dan pendekatan pendekatan multi dimensional.
Makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan
lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Hal ini tidak
sepenuhnya menjadi tolok ukur, namun pendidikan dapat membantu menghilangkan
sebuah prasangka. Sekolah memegang peran penting dalam hubungan antar siswanya
dengan berbagai golongan tertentu. Karna setiap sekolah mempunyai pola hubungan
tertentu antar guru, antar murid, antar guru dengan murid, maka sekolah kurang
lebih dapat mempengaruhi sikap dan kelakuan murid.
Sekolah dapat menjadi efektivitas siswa dalam mengurangi prasangkanya.
Usaha-usaha untuk memperbaiki hubungan antar
kelompok di sekolah salah satunya antara lain menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak
secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan yang mengemukakan kesamaan
manusia di hadapan Tuhan. Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan di
mana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana atau program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sekolah merupakan lembaga yang efektif untuk mengurangi
prasangka yang tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Program-program tentang hubungan
antar-golongan dapat dilakukan menurut pola pelajaran yakni dengan menyampaikan
informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lain lain.
Daftar Pustaka
Dr. Zaitun, Sosiologi Pendidikan (Teori dan
Aplikasinya), Kreasi Edukasi:Pekanbaru, Cet ke 16
Ahmadi, Abu.
1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Nasution,
S. 1995. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nasution. S,SosiologiPendidikan,.(Jakarta:
Bumi Aksara, 2004) hal. 56.