ketika ku pergi tidur semalam
pikiran terakhirku adalah dirimu
ketika ku bangun pagi ini
fikiran pertama ku pun dirimu
kau tau apa alasan ku???
meski malam yang selalu sunyi
engkau selalu menjadi peramai hati
meskipun teriknya mentari menyinari
engkau menjadi penyejuk hati ini
karena saat kita bertemu itu adalah pilihan,,, untuk menjadi temanmu
ketika kita tertawa bersama ,,,
aku sudah tahu itu akan terjadi
ketika ku jatuh cinta
aku tahu bahwa kau telah jatuh cinta
engkau adalah segalanya bagiku
nafasku milikmu,,,
kau tahu sinar matahari???
itu adalah setengah lingkaran dari pancaran cintaku,,
handed by: BIM18
Sabtu, 30 November 2019
Rabu, 27 November 2019
PERKEMBANGAN KALIGRAFI ARAB
1. Masa Rasulullah dan Al Khulafa Ar
Rasyidun
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan
menulis. Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Syair, nama silsilah,
transaksi, atau perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa dicatat. Hanya
sedikit kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab, yang menguasai
keterampilan membaca dan menulis. Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman
Rasulullah SAW dan al Khulafa ar Rasyidun, corak kaligrafi masih kuno dan
mengambil nama yang dinisbahkan kepada tempat tulisan dipakai, seperti Makki
(tulisan Mekkah), Madani (tulisan Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar),
Hiri (Hirah), dan Kufi (kufah). Kufi merupakan yang paling dominan dan
satu-satunya kaligrafi yang "dirajakan" untuk menulis mushaf
(kodifikasi) al Quran sampai akhir kekuasaan al Khulafa ar Rasyidun.
Islam menghendaki orang Islam belajar menulis pada masa ini,
sebagian sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa ada tujuh belas laki-laki dan
tujuh wanita yang bisa menulis di Mekkah saat itu, dan sebagian sumber lain
menyebutkan terdapat empat puluh dua orang penulis. Rasulullah SAW telah
memerintahkan kepada para tawanan perang Badar untuk mengajari kaum muslimin
menulis. Sehingga muncullah para sahabat yang ahli dalam menulis atau melakukan
pencatatan ayat-ayat al Quran, seperti Ali bin Abi Thalib. Pada masa-masa awal
Islam, yakni masa Rasulullah dan khulafaurrasyidin berkembang jenis khat al
Hairi, al Anbari, al Kufi. Selanjutnya jenis khat ini pun berkembang pada masa
Umawiyah.
2. Periode Umayyah (661-750)

Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota
tempat dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga
gaya utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah
yaitu Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun
dari segitiga dan bundar). Dari tiga gaya tulisan ini pun, hanya dua yang
diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar
berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-goresan
tebal (rectilinear). Dua gaya ini pun menyebabkan timbulnya pembentukan
sejumlah gaya lain lagi diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh
(inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun
ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun
melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik
menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’
(lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith
Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami
perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman
gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al Quran, kitab-kitab
agama, suratmenyurat dan lainnya.
3. Periode Abbasiyah (750-1258)

Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada
periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad Dahhak Ibnu
„Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As Shaffah (750-754 M), dan
Ishaq Ibnu Muhammad pada masa Khalifah al Manshur (754-775 M) dan al Mahdi
(775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan
Suluts dan Sulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain
yaitu Abu Yusuf as Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil
menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya. Adapun kaligrafer periode
Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada
masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al Ahwal al Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa
besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler
tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur
kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu: titik, huruf alif,
dan lingkaran. Menurut Ibnu Muqlah, setiap huruf harus dibuat berdasarkan
ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga
mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu
Suluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan
kursif. Tulisan Naskhi dan Suluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu
Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Pemakaian kaligrafi pada
masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila
dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat
ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang
tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen
dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi
unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme
dan Sasania.
4. Periode Lanjut (Pasca Abbasiyah)

Sekarang, sebagian dari gaya yang semula berjumlah ratusan telah
pupus. Kini tinggal beberapa gaya yang paling fungsional di dunia Islam, yaitu
Naskhi, Sulus, Raihani, Diwani, Jali, Farisi, Riq'ah dan Kufi. Bahasa yang
menggunakan kaligrafi Arab menurut catatan Dr. Muhammad Tahir Kurdi (penulis
Mushaf Makkah al-Mukarramah dan pengarang kitab Tarikh al Khatt al 'Arabi)
terdiri atas lima kelompok, yaitu kelompok bahasa Turki, kelompok bahasa Hindia
(termasuk Pegon atau Melayu/Jawi), kelompok bahasa Persia, kelompok bahasa
Afrika, dan yang kelima, khusus bahasa Arab itu sendiri. Kaligrafi kontemporer yang banyak dimuat dalam aneka media terus
dikembangkan dalam bentuk kategori tradisional, figural, ekspresionis, dan
simbolis, acap kali mendobrak batas gaya terdahulu. Hadir pula istilah
"pemberontakan" atau "memberontak" yang menimbulkan
keinginan 'uzlah (memisahkan diri) dari bentuk baku dan klasik. Motif "pemberontakan"
sering tampak:
1.
dalam
pengolahan huruf yang menolah anatomi kaidah khatt seperti yang dirumuskan oleh
Ibnu Muqlah, sehingga jenis khattnya tidak mudah lagi diidentifikasi.
2.
mempertahankan
gagasan penggunaan khatt baku, namun menempatkannya dalam variasi pengolahan
yang puspa ragam, sehingga sebuah karya "tidak hanya selesai pada
huruf", tetapi huruf dikombinasikan lebih erat dengan latar belakangnya
untuk alasan penyatuan (wahdah).
Di Indonesia sendiri gaya Kufi ini terdapat di berbagai makam kuno,
terutama yang imported, tetapi lebih lazim lagi kaligrafi gaya naskh (naskhi).
Pada kaligrafi makam, selain memuat petikan-petikan ayat, basmalah,
syahadat atau shalawat Nabi, kerapkali memuat nama si wafat berikut tahun
wafatnya. Bahkan ada yang memuat silsilah. Seni kaligrafi Islam Nusantara,
selain pada makam atau nisan, juga terdapat pada media lain sepeti deluang
(lokal), kertas (impor), lontar, kayu, logam, kaca dan bahan lainnya. Bahkan
pada perkembangannya kemudian, karya kaligrafi juga muncul melalui media kaca
atau kanvas, dan juga batik.
Langganan:
Postingan (Atom)
arsip saya
Matahari tenggelam yang indah
Matahari Tenggelam yang Indah Salah satu hal yang sangat aku sukai adalah momen saat matahari tenggelam di ufuk Barat. Adegan ini memberika...
-
penahkah kalian mendengar makna transendensi atau imanensi??? baiklah disini saya akan mengulas sedikit apa yanng saya ketahui tentang trans...
-
HUJAN Hujan, jela...
-
Waktu berjalan begitu cepat saat Justin Bieber pertama kali menciptakan Bieber Fever saat single Baby rilis pada 2010. Video musiknya d...