PARADIGMA PERADABAN
Makna Peradaban Dalam bahasa Arab, peradaban biasa diderivasi dari
kata (HADARAH) ini diartikan dengan: “Peradaban, dalam pengertian yang umum,
adalah buah dari setiap usaha yang dilakukan oleh manusia untuk memperbaiki
kondisi hidupnya. Sama saja, apakah usaha yang dilakukan untuk mencapai buah
tersebut benar-benar yang dituju, atau tidak. Baik buah tersebut dalam bentuk
materi (maddiyyah) atau imateri (ma‘nawiyyah). Peradaban memiliki dua sisi
penting: pertama, sisi kemajuan materi (al-ruqiy al-maddi), yang meliputi
seluruh lini kehidupan semacam: industry, perdagangan, pertanian, kerajinan,
dan seni. Kedua, sisi maknawi, yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritualitas,
kaidah-kaidah moral, produk pemikiran, dan karya sastra. Melihat definisi
tersebut, maka peradaban harus memiliki dua sisi penting ini. Nilai ketinggian
materil dan spiritual suatu peradaban seperti dua sisi mata uang yang tak
terpisahkan. Maka, jika ada satu peradaban yang hanya menonjol dalam satu sisi
saja, maka dia tak layak disebut sebagai sebuah peradaban yang sempurna. Karena
bisa jadi dia maju secara industri, tekonologi, informasi, dan lain sebagainya,
namun secara “kemanusiaan” dia gagal disebut sebagai sebuah peradaban. Karena
ternyata dia tidak memberikan apa-apa kepada manusia.
Apa yang terjadi di Barat, misalnya, di mana ada pembedaan etnik
antara kulit hitam dan kulit putih yang diangkat benderanya oleh Amerika
Serikat, jelas bukan sebuah peradaban yang utuh. Padahal, Amerika dianggap
sebagai negara besar dan berperadaban tinggi jika dilihat dari sisi peradaban
materi, industry, dan perkembangan sains. Lihat juga perbudakan yang dilakukan
oleh negara komunis terhadap rakyatnya dan terhadap kaum Muslimin yang berada
di bawah kekuasaannya. Jelas, itu adalah cacat dan noda hitam yang melekat di
wajah peradaban manusia dan kemanusiaan..
Bahkan, lebih pantas disebut sebagai primitivisme dan kebrutalan
yang tak pernah disaksikan oleh sejarah. Ditambah lagi, kekuasaan dan kemajuan
dalam bidang-bidang tersebut dijadikan alat oleh bangsa-bangsa itu untuk
menyalakan api peperangan yang menghilangan jutaan nyawa orang. Kemajuan itu
pula yang digunakan untuk melakukan penjajahan bangsa-bangsa lemah, yang tidak
memiliki upaya dan kekuatan apa-apa. Semuanya dibongkar dan dilucuti, agar bisa
dicabut dari negaranya dan keyakinannya, lalu digantikan dengan segala bentuk
kerusakan, kezaliman, dan permusuhan.
Kemajuan materi tersebut akan hilang dan hancur, sebagaimana yang
pernah diterima dan dirasakan oleh peradaban-peradaban besar dalam sejarah yang
tidak memiliki unsur kemanusiaan sama sekali, yang berdiri dengan sombong di
atas permukaan bumi. Untuk satu kurun waktu peradaban-peradaban itu berkuasa
dan mendominasi, kemudian hancur tak berwujud. Akhirnya hanya menjadi kenangan
dalam perut sejarah. Allah SWT memberikan sebuah perumpamaan yang indah:
“…hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya,
tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami
jadikan (tanamantanamannya) laksana tanaman-tanaman yang sudah disabit,
seakanakan belum pernah tumbuh kemarin. (QS.Yunus [ 10] : 24)
Artinya, Amerika, Rusia, dan negara-negara Barat lainnya hanya
dapat kita sebut sebagai negara yang berperadaban secara “materi”. Karena suatu
bangsa tidak dapat dikatakan berperadaban, sampai dia benar-benar berperadaban
secara materil, spiritual, dan manusiawi. Di sini sebenarnya, setiap Muslim,
tidak boleh menjadi inferior apalagi merasa malu karena melihat peradaban Islam
dianggap tidak maju secara materi. Karena hakikat peradaban tidak dapat hanya
dilihat secara materi. Namun hakikat manusia mesti dilihat dari kontribusinya
dalam “membangun” manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar