Madrasah dan transmisi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam
bermaksud membahas tentang madrasah sebagai pusat penyebaran ilmu pengetahuan
ke berbagai penjuru arah dan tempat, serta beberapa elemen dan latar belakang
yang mendasarinya atau urgensi beserta seberapa besar peran madrasah dalam
transmisi tersebut.
Dalam sejarahnya, institusi pendidikan Islam mengalami berbagai
dinamika pertumbuhan dan perkembangan serta kemunduran. Berbagai pola dan tipe
muncul dan berubah seiring perkembangan pemikiran. Madrasah merupakan tonggak
bersejarah bagi berkembangnya institusi pendidikan formal di dunia Islam.
Institusi pendidikan di dunia Islam terbagi ke dalam dua kategori, yakni
lembaga pendidikan yang munculnya sebelum munculnya madrasah (pra-madrasah) dan
mlembaga madrasah itu sendiri Tipe yang
pertama, yakni periode pra-madrasah, lembaga pendidikan Islam yang ada antara
lain berupa majlis-majlis ilmu, masjid, jami’, halaqah, maktab, kuttab,
lembaga-lembaga sufi seperti zawiyah, ribat, dan khan. Tempat-tempat tersebut
merupakan lembaga pendidikan yang tidak
memasukkan ilmu-ilmu umum (foreign sciences) dalam kajiannya. Sedangkan lembaga
pendidikan yang memasukkan ilmu-ilmu umum terdiri dari perpustakaan dan rumah
sakit.
Kategori
Pra Madrasah:
Bangunan (rumah) adalah elemen pokok infrastruktur dalam sistem
pendidikan Islam, maka menelusuri jejak madrasah tentunya harus memulai dari
konsep dan praktek pendidikan pada masa awal Islam yaitu masa rosulullah SAW
mulai menanamkan cikal bakal atau benih pola pendidikan.
Adapun beberapa tahapan dalam proses transmisi ilmu pengetahuan di
masa Rasulullah SAW, diantaranya:
a) Pendidikan perorangan yang dilakukan secara
rahasia.
b) Seruan atau ajakan kepada Bani Abdul Muthalib
ke dalam Islam.
c) Seruan dan ajakan ke masyaarakat luas
Pada periode ini, Rasulullah SAW menggunakan Darul Arqam (rumah
kediaman sahabat, Al-Arqam bin Abi Al-Arqam r.a) sebagai tempat (wadah) proses
transmisi ilmu pengetahuan kepada para sahabatnya. Praktek belajar mengajar
yang dilakukan ketika itu, betul-betul sudah terorganisir dengan rapi, sesuai
dengan targetyang hendak dicapai terhadap peserta didik. Jadi bukan hanya
sekedar pemahaman, hafalan, dan pelaksanaan, tetapi lebih dari ituuntuk melahirkan
kader-kader Islam. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Darul Arqam saat itu
merupakan ‘lembaga pendidikan Islam’ (madrasah)
pertama yang diselenggarakan dalam peradaban Islam.
Proses belajar-mengajar kemudian diteruskan ke beberapa tempat baru
selain Darul Arqam. Perkembangan ini terjadi di masa Rasulullah dan masa
khulafa’ ar-Rasyidun. Adapun beberapa tempat tersebut adalah :
1.
Masjid
Secara bahasa, masjid artinya ‘tempat sujud’,
sebuah tempat dimana umat Islam menjalankan ritual ibadah salat berjamaah.
Namun kemudian, fungsi masjid bertambah, tidak hanya sebagai tempat sholat
saja, ia sebagai sarana untuk proses pengajaran bidang lain seperti latihan
meliter, diplomasi, musyawarah, dan lainya. Masjid nabawi adalah salah satu
tempat paling bersejarah dalam proses transmisi tersebut.

2. Rumah
Ulama
Istilah rumah ulama bermula ketika Abdullah
bin Ummu Maktum yang berhijrah ke Madinah, dan menjadikan rumahnya sebagai
darul qurra’ Rumah ini kemudian
dijadikan:
a.
Halaqah
ad-Dars Halaqah ad-Dars (biasa disebut halaqah saja) atau ”lingkaran belajar”,
disebut lingkaran karena orang yang ikut belajar mendengarkan penjelasan dengan
cara duduk melingkar. Sang guru duduk membelakangi tembok atau tiang, dan para
pelajar duduk dengan membentuk lingkaran di depan guru.
b.
Maktabah (Perpustakaan) Perpustakaan merupakan
tempat dimana terdapat kumpulankumpulan atau koleksi buku yang dapat dibaca
bahkan dipinjam. Perpustakaan berkembang luas pada masa Abbasiyyah, baik
perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi. Faktor-faktor yang menyebabkan
perkembangan itu antara lain ialah meluasnya penggunaan kertas untuk menyalin
kitab-kitab, bermunculnya para penyalin kitab,
dan berkembangnya halaqoh para sastarawan dan ulama.
c.
Qusur (Pendidikan Rendah di Istana) Pendidikan
dikenalkan pada anak-anak di lingkungan Istana, dimana metode pendidikan dasar
ini dirancang oleh orang tua murid (para Khalifah dan Pejabat) agar selaras
dengan tujuannya dan sesuai dengan minat dan kemampuan anaknya, metode
pembelajarannya pada garis besarnya sama dengan metode yang diterapkan pada
anak-anak lain di kuttab-kuttab, hanya saja terkadang ditambah atau dikurangi
menurut para pembesar yang bersangkutan dan sesuai dengan keinginan untuk
menyiapkan anak mereka secara khusus untuk tanggungjawab yang akan dihadapinya
dalam kehidupan yang akan datang. Para pengajarnya (mu’addib) diberi tempat
tinggal di Istana.
Madrasah
Pasca Jatuhnya Peradaban Muslim (Abad XVI) Sampai abad XVI
Sistem madrasah menjadi model utama pendidikan dalam Islam. Sejak
Islam bersentuhan dengan tradisi Eropa, yang saat itu mulai menerapkan model
pengajaran klasikal di berbagai universitas, madrasah juga banyak terpengaruh.
Hal ini banyak terjadi ketika kekuasaan Turki Usmani berkembang. Medrese dan
mekteb di wilayah- wilayah turki sampai asia tengah mendapat pengayaan dengan
model klasikal yang tidak ada ketika masih mengacu pada konsep awal. Meskipun
secara materi ilmu tetap meneruskan apa yang telah diajarkan pada era sebelumnya,
namun secara metode lebih banyak pengayaan.
Beberapa madrasah juga mulai
terpisah dengan bangunan utama masjid. Di samping ada universitas (jami’ah)
sebagai fase tertinggi dari sistem madrasah, konsep madrasah awal sebagaimana
disebutkan di atas juga diselenggarakan untuk tingkat lebih rendah. Dengan
adanya pengaruh langsung dari model pendidikan Eropa, ketika era kolonialisasi
Eropa ke wilayah Asia dan Afrika, madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan
yang terpisah dari masjid. Hal ini terjadi karena model pendidikan Eropa yang
klasikal dan memisahkan antara ilmu agama (teologi gereja) yang diselenggarakan
oleh seminari atau gereja sendiri, dan ilmu umum yang diselenggarakan olejah
lembaga resmi (pemerintahan atau swasta) dengan model sekolah sampai
universitas. Madrasah dipandang sebagai model pengajaran formal dari ilmu-ilmu
agama saja (Qur’an, Hadits, Akidah, Akhlak, dan Fiqih), sementara sekolah
mengajarkan ilmu-ilmu umum di luar ilmu agama.
Beberapa faktor yang disinyalir menjadi sebab terjadinya transmisi ilmu
ke dalam peradaban Islam, antara lain:
1. Pemisahan beberapa institusi dalam Kresten Ortodoks dengan
Gereja Induk (Mother Church) karena alasan perbedaan doktrinal. Ini menyebabkan
sekte Nestorian dan Monophysite dikucilkan dan akhirnya diusir dari wilayah
kekaisaran Romawi. Ketika Islam
menaklukkan Romawi, sekte-sekte ini mendapat perlindungan dari orang-orang
Islam.
2. Penaklukan Aleksandria
Agung serta penyebaran ilmu pengetahuan ke Persia dan India.
3. Akademi Jundi-Shapur
kekaisaran Persia yang mengembangkan kurikulum studi yang disusun oleh kalangan
Universitas Aleksandria, sehingga terjadi penerjemahan besar ilmu pengetahuan
dan filsafat Yunani ke bahasa Persia
4. Karya penerjemahan Yahudi, para kaum terpelajar Yahudi
menerjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Heberew dan Arab.
Yang paling berpengaruh dan konsisten terhadap transmisi ini adalah
Akademi Jundi-Shapur, sebuah sekolah yang dibangun di kekaisaran Persia, Raja
Anushirwan yang Adil. Selain Jundi-Shapur, ada sebuah kota yang menjadi pusat
keilmuan khususnya kedoktoran dan filsafat, yaitu Nishapur. Tidak heran jika
dijelaskan di atas bahwa salah satu madrasah awal yang dibangun dalam peradaban
Islam adalah madrasah Nishapur. Pertemuan Islam dan peradaban lain ini
merupakan awal mula terbukanya proses transmisi ilmu pengetahuan secara besar
yang membuat peradaban Islam dikenal di peradaban Barat. Proses selanjutnya
adalah proses adaptatif Islam terhadap karya-karya Yunani dan Persia. Beberapa madrasah
kemudian didirikan, sesuai dengan penjelasan di atas. Dari madrasah inilah
dimulai beberapa hal yaitu penataan kembali sistem pendidikan Islam, perbaikan
sarana pendidikan, salah satunya dengan membangun gedung dan melengkapi
buku-buku perpustakaan. Kemudian yang paling pokok dalam proses tarnsmisi ini
adalah penerjemahan karyakarya peradaban Yunani, Persia, Mesir ke dalam bahasa
Arab. Baitul Hikmah di masa khalifah Ma’mun dan Harun ArRasyid menjadi sarana
terbesar dalaam fase penerjemahan ini, sebelumnya sudah dilakukan penerjemahan
tetapi tidak seperti zaman kedua khalifah ini. Usaha ini tidak semulus yang
dibayangkan, karena mendapat tantangan dari kelompok yang dinamakan kelompok
Syu’ubiyah.
Sebuah kelompok yang terdiri dari orang-orang Yahudi, Yunani, Mesir
dan Spanyol, yang melakukan oposisi terhadap khilafah atas proses penerjemaan
ini disebabkan anggapan mereka bahwa Islam memiliki hutang-budi kepada
peradaban Persia dengan adanya penerjemahan.
Beberapa penerjemah Persia yang terkenal dan Produktif antara lain :
1. George Bakh-Tishu, putra
Bakh-Tishu, dokter istana khilafah Abbasiyah.
2. Zakariya Yuhanna Ibn
Musa, dokter
3. Rabban at-Tabari atau
Sahl at-Tabari
4. Ibnul Muqaffa
5. Muhammad al-Fazari
6. Hunayn ibn Ishaq
7. Ishaq ibn Hunayn
Tidak semua penerjemah yang
ada pada masa itu beragama Islam, George Bakh-Tishu dan Hunayn ibn Ishaq adalah
pemeluk sekte Nestorian (Ibadi) dan tidak memeluk Islam meskipun berkecimpungan
dan berjasa besar dalam perkembangan proses transmisi yang ada. kecintaan
terhadap ilmu pengetahun menjadi dasar mereka melakukan hal-hal yang
difasilitasi oleh penguasa muslim. Masa ini juga yang disebut beberapa
sejarawan sebagai masa relasi damai antara Islam dan Kristen. Perluasan
kekuasaan Islam ke wilayah Afrika Utara membawa dampak yang besar terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban secara umum. Dinasti
Fatimiyah yang bermazhab Syi’ah memulai kekuasaannya dari wilayah ini, dan
kemudian mengembangkan kekuasaannya ke Kairo dengan perhatian besar terhadap
ilmu pengetahuan diaplikasikan dengan mendirikan beberapa madrasah dan tercatat
sebagai madrasah terbesar pada saat itu adalah Al-Azhar.
Wilayah lain di Afrika Utara
tidak luput dari transmisi ilmu, Maroko dan Tunisia merupakan kota besar
sebagai pusat pengetahuan, begitu juga dengan Mali di Timbuktu. Tingginya ilmu
pengetahuan dalam peradaban Islam menjadi inspirasi tersendiri bagi peradaban
Barat (Eropa), sehingga mereka melakukan hal yang sama dengan apa yang
dilakukan oleh peradaban Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ada dua
metode yang dikenal dalam proses tarnsmisi ilmu pengetahuan ke Bara, yaitu
melalui peperangan (Perang Salib) dan melalui jalur pendidikan. Perang salib
yang berlangsung beberapa abad, telah membuat elemen-elemen pendidikan Islam
tidak berfungsi, mulai dari masjid, madrasah.
Perpustakaan dan banyak bangunan ini. Namun sesungguhnya dari
sinilah proses transmisi ilmu pengetahuan peradaban Islam menyebar ke peradaban
Barat. Banyak literature yang dimusnakan, tetapi setelah mereka mengetahui akan
ketertinggalan Barat, maka mereka mulai mempelajari ilmu dari orang Islam.
Transmisi melalui pendidikan dimulai ketika banyak mahasiswa yang menjadi
utusan sebuah Negara di Eropa belajar pada beberapa universitas (madrasah) yang
didirikan oleh penguasa muslim, seperti di Andalusia, Cordova, dan beberapa
universitas lain. Namun sayang, saat ini wilayah Andalusia (Spanyol) yang
sempat menjadi pusat ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, dikuasai oleh
orang Kristen-Latif dan tidak menyisakan serta tidak mengakui peradaban Islam
Barat memulai transmisi ini dengan melakukan gerakan penerjemahan
karya-karya berbahasa Arab ke bahasa latin Pada fase penerjemahan inilah, Andalusia
kembali direbut oleh barat, seperti wilaya Toledo pada tahun1080. Sebelumnya,
di Cordova, aktivitas ilmiah mulai berkembang pesat sejak masa pemerintahan Abdurrahman
II (822-852 M). ia mendirikan universitas, memperluas dan memperindah masjid.
Cordova kemudian menjadi sangat maju dan tampil sebagai pusat
peradaban yardova kemudian menjadi sangat maju dan tampil sebagai pusat
peradaban yang menyinari Eropa. Pada waktu itu, Eropa masihPada waktu itu,
Eropa masih tenggelam pada keterbelakangan dan kegelapan
Abad pertengahan. Penggambaran keadaan Eropa pada masa itu nampak
pada kalimat sebagai berikut, “jika matahari telah terbenam, seluruh kota besar
Eropa terlihat gelap gulita. Di sisi lain, cordova terang benderang disinari
lampu-lampu umum. Eropa sangat kumuh, sementara di kota cordova telah dibangun
seribu WC umum. Eropa sangat kotor, sementara penduduk cordova sangat concern
dengan kebersihan. Eropa tenggelam dalam lumpu, sementara jalan-jalan cordova
telah mulus. Atap istana-istana Eropa sudah pada bocor, sementara
istana-istanacordova dihiasi dengan perhiasan yang mewah. Took Eropa tidak bisa
menulis namanya sendiri, sementara anak-anak Cordova sudah mulai masuk sekolah.
Penerjemahan ini dilakukan secara besar dan menyeluruh, sama
seperti ketika Islam melakukan Penerjemahan ini dilakukan secara besar dan
menyeluruh, sama seperti ketika Islam melakukanpenerjemahan dari karya-karya
Yunani. Karya-karya muslim menjadi yang muncul pada peradaban Islam, menjadi
sasaran utama bagi gerakan ini. Tidak heran jika saat ini banyak ditemukan
karya-karya ilmuwan muslim yang ditulis dalam bahasa Latin.
Akhirnya pada abad XV muncullah gerakan di Eropa yang dinamakan renaissance.
Renaissance berasal dari kata renasseimento yang berati lahir kembali atau
rebirth sebagai manusia yang serba baru. Renaissance diartikan sebagai
kelahiran kembali atau kebangkitan kembali jiwa atau semangat manusia yang
selama abad pertengahan terbelenggu dan diliputi oleh mental inactivity.
Renaissance disebut juga Abad kebangkitan karena ia adalah awal kebangkitan
manusia Eropa yang ingin bebas dan tidak lagi terbelenggu sebaga dan tidak lagi
terbelenggu sebagai kehendak untuk merealisasikan hakikat manusia sendiri.
Renaissance merupakan gerakan yang menaruh minat untuk mempelajari dan memahami
kembali peradaban dan kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Pada masa Renaisans Eropa, peradaban Islam sudah memasuki
masakemunduran hebat. Terlihat dari tidak berfungsinya lembaga pendidikan Islam
secara utuh dan tidak mampu bersaing dengan peradaban lain. Ada beberapa factor
pengunduran dalam transmisi ilmu pengetahuan ini, antara lain:
1. Oposisi dari kaum ortodok dalam islam yang menolak “dialog
peradaban” dengan barat, sehingga menolak semua yang datang darinya.
2. Kemunduran dimulai sejak penulisan buku “Tahafut alFalasifah”
oleh Abu Hamid Al-Ghazali.
3. Invasi monggol di Baghdad. 4. Tidak adanya dukungan dari
penguasa Muslim (Political will) terhadap pengembangan keilmuan.
5. Hilangnya pecinta ilmu.
6. Kelemahan dalam tubuh umat islam sendiri.
Proses transmisi ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam tidak lagi
menemukan spirit yang pernah tercipta pada abad pertengahan. Yang tersisa hanya
warisan kebesaran intelektual dan euphoria yang membius umat Islam untuk hanya
memahami dan mengenang saja. Namun demikian, proses transmisi ini tetap
berjalan sampai saat ini, dengan tumbuh dan bermunculan lembaga madrasah dalam
dunia Islam dengan varian cirri dan karakter yang berbeda-beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar